Sunday, February 8, 2009

AKAR RUMPUT TIDAK TEPAT MENGGAMBAR RAKYAT


Saat ini bangsa Indonesia sedang dihadapi situasi serba sulit dan penuh tantangan sebab itu dengan melaksanakan politik kemakmuran berarti kita memberdayakan wong cilik yang merupakan populasi besar penduduk Indonesia yang masih di bawah garis kemiskinan.
"Bagi saya istilah akar rumput dari terjemahan grassroot adalah tidak tepat untuk menggambarkan makna wong cilik yang merupakan istilah yang benar sesuai dengan bahasa ibu saya".Akar rumput adalah bagian bawah dari rumput yang menunjang pertumbuhan rumput yang bisa diinjak-injak manusia berarti istilah itu melecehkan rakyat,ungkap Soekardjo Hardjosoewirjo,SH dalam percakapan telepon hari minggu(8/2).
Perjuangan untuk memakmurkan rakyat adalah tugas kita bersama dan akan berhasil jika seluruh kekuatan wong cilik dapat memberikan partisipasinya dalam pembangunan politik melalui pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun 2009 ini.
Menurut Soekardjo yang sekarang anggota DPR dari fraksi PDIP kondisi sebagian besar masyarakat Indonesia sekarang ini pada umumnya masih belum makmur.Kita harus berjuang dan bergerak melalui politik yang dapat menerebos segala kendala yang mempersempit akses mereka untuk mendapatkan kemajuan dalam bidang usahanya dan kesempatan kerja serta memperoleh pendidikan bagi anak cucunya.
Sebagai caleg DPR daerah pemilihan jakarta barat,jakarta utara,dan kepulauan seribu Soekardjo telah mempersiapkan sejumlah program perjuangan PDIP yang akan ditawarkan dalam pemilu legislatif.Program tersebut antara lain, bagaimana rakyat lepas dari segala kesengsaraan mereka selama ini."Masyarakat cerdas menimbang dan menilai segala apa yang dirasakannya",tandasnya.
Sebab itu partainya telah mengkaji sedalam-dalamnya segala masalah yang dihadapi rakyat dan berikut solusi untuk mencapai target untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan.
Masyarakat kita yang sebagian petani gurem dan memilki tanah kurang dari 0,436 ha(2008) dibanding dengAn tahun 1993 seluas 0,529 ha berarti kepemilikan tanah petani gurem semakin berkurang selama 15 tahun.Sedangkan dalam kurun waktu yang sama jumlah petani gurem dari 10,8 juta menjadi 15,6 juta.
Dari kenyataan itu,perlu dicegah hambatan-hambatan seperti membuka akses dari sentra produksi pertanian ke pasar.Perlu dilakukan kebijakan baru untuk mendapatkan pupuk murah,bibit berkualitas,pembangunan irigasi secara besar-besaran,dan segala keperluan petani termasuk kemudahan memperoleh kredit tani dan mengatur harga gabah yang dapat menguntungkan para petani.Inilah salah satu contoh masih banyak lagi contoh-contoh seperti perburuhan ,pendidikan,kesehatan.Semuanya memerlukan kerja keras dari semua elemen masyarakat Indonesia(GET).

1 comment:

  1. MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

    Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
    Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
    Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
    Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
    Siapa yang akan mulai??

    David
    HP. (0274)9345675

    ReplyDelete